Selasa, 26 Januari 2016

Data dan Outlook Industri Consumer Goods 2016

Data ini menampilkan pasar industri consumer goods di Indonesia dengan penduduk sebesar 252 juta jiwa, 50% di antaranya merupakan usia produktif. PDB per kapita Indonesia US$ 3.500 melampaui negara pesaing di Asean seperti Filipina dan Vietnam. Jumlah rumah tangga di Indonesia dengan anggaran belanja tahunan berkisar US$ 5.000-US$ 15.000 diperkirakan meluas dari 36% pada saat ini menjadi 58% pada 2020. Lebih dari 60 juta penduduk berpenghasilan rendah diproyeksikan bergabung dengan kelas menengah di dekade mendatang, dan mendorong permintaan konsumen semakin kuat. Total pasar industri consumer goods di Indonesia pada 2030 diperkirakan US$ 810 miliar.

Data ini juga menjabarkan pertumbuhan rata-rata per tahun pasar makanan dalam kemasan dan minuman ringan selama 2013-2017 akan berada di atas angka 10%. Secara keseluruhan, packaged food selama periode tersebut akan tumbuh rata-rata 12,6% per tahun. Beberapa jenis makanan yang identik dengan lifestyle masyarakat middle class income diperkirakan tumbuh lebih tinggi, di antaranya canned/preserved food (16,7%), frozen processed food (16,6%), ice cream (18%), dan noodles (13,5%).



Sementara itu, minuman ringan diperkirakan tumbuh rata-rata 12% per tahun. Pertumbuhan yang tinggi diperkirakan terjadi untuk produk ready to drink (RTD) coffee (18,8%), fruit/vegetable juice (15,6%), sports and energy drink (14,8%), dan RTD tea (13,7%).

Secara special, Duniaindustri.com membuat riset pertumbuhan pasar consumer goods dari 2009 ke 2015, khusus untuk sejumlah produk antara lain: biskuit dan wafer, mi instan, snack, jeli, permen, roti, minuman berenergi, minuman isotonik, sirup, teh siap saji, kopi siap saji, jus, susu siap saji, minuman berkarbonasi, minuman sari buah, air minum dalam kemasan.



Data sebanyak 15 halaman pdf ini berasal dari berbagai sumber antara lain asosiasi industri, lembaga riset dunia, dan BPS. Download database industri merupakan fitur terbaru di duniaindustri.com yang menampilkan puluhan data pilihan sesuai kebutuhan users. Seluruh data disajikan dalam bentuk pdf sehingga mudah didownload setelah users melakukan proses sesuai prosedur, yakni klik beli (purchase), klik checkout, dan isi form.



Duniaindustri.com mengutamakan keabsahan dan validitas sumber data yang disajikan. Terima kasih atas kepercayaan Anda kepada duniaindustri.com. Jika Anda kesulitan atau butuh info lebih lanjut, hubungi desainbagus.com, Jln Mandar XII Blok DD2 No 69, Bintaro Sektor 3A, Tangerang, Phone: 021-7358329. Atau jika Anda tidak menemukan data yang dicari, silakan klik detektif industri untuk pencarian spesifik, indeks data industri untuk melihat database secara keseluruhan, datapedia marketplace untuk jual-beli data, di bagian atas website ini.(*)

Sumber: di sini

Senin, 25 Januari 2016

Outlook Industri Otomotif 2016-2018

Data ini menampilkan proyeksi pasar industri otomotif, terutama mobil, tahun 2009-2018. Sejumlah pelaku usaha otomotif (market leader–dikumpulkan dalam person quote) memperkirakan tahun 2016 tidak akan berbeda dari 2015, dengan penjualan mobil sekitar 950 ribu unit hingga 1 juta unit, lebih rendah dari estimasi lembaga riset asing 1,2 juta unit.



Penjualan mobil masih dapat tumbuh positif hingga 2016, ditopang pertumbuhan perekonomian nasional yang positif, meski relatif melambat. 70% dari penjualan mobil merupakan passenger cars, ikut ditopang segmen baru mobil murah dan ramah lingkungan (low cost green car/LCGC). Prinsipal mobil Jepang masih mendominasi pasar otomotif lokal. Pangsa pasar mobil terbesar tetap dipegang Grup Astra dengan target pangsa pasar di atas 50%.

Data ini juga menjabarkan tren penjualan mobil sejak 1997-2015. Hingga kuartal III 2015, Toyota menguasai 32%, Daihatsu 17%, Honda 15%, Suzuki 12%, Mitsubishi 11%, others 8%, Nissan 3%, dan Isuzu 2%. Di segmen penjualan motor, Honda merajai dengan pangsa pasar 68%, Yamaha 28%, disusul Suzuki dan Kawasaki masing-masing 2%.



Juga ditampilkan arah kebijakan pemerintah sejak 2010-2025, strategi investasi, program mobil low carbon emission, dan pajak serta bea masuk. Tidak ketinggalan penetrasi mobil per 1.000 penduduk yang mencapai 43 unit, dan rasio kepemilikan motor yang mencapai 140 unit per 1.000 penduduk.
Selain itu, ditampilkan kapasitas produksi dan kapasitas terpasang pemain otomotif di Indonesia, termasuk Astra Group, Indomobil Group, Kramayudha Group. Serta persaingan pasar industri otomotif di ASEAN, mencakup Indonesia, Thailand, dan Malaysia.

Data sebanyak 21 halaman pdf ini berasal dari berbagai sumber antara lain regulator di Indonesia. Download database industri merupakan fitur terbaru di duniaindustri.com yang menampilkan puluhan data pilihan sesuai kebutuhan users. Seluruh data disajikan dalam bentuk pdf sehingga mudah didownload setelah users melakukan proses sesuai prosedur, yakni klik beli (purchase), klik checkout, dan isi form. Duniaindustri.com mengutamakan keabsahan dan validitas sumber data yang disajikan. Terima kasih atas kepercayaan Anda kepada duniaindustri.com.(*)

Sumber: di sini

Outlook Industri CPO 2016

Data ini menampilkan proyeksi produksi CPO Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia pada 2016. Produksi CPO Indonesia pada 2016 diestimasi mencapai 35 juta ton, tumbuh 9,3% dibanding proyeksi tahun ini 32 juta ton, menurut data United State Department of Agriculture (USDA). Kenaikan tersebut akan mendorong peningkatan produksi CPO global sebesar 5,96% menjadi 65,1 juta ton pada 2016 dibanding proyeksi tahun ini 61,44 juta ton.

Dengan demikian, produksi CPO Indonesia tahun depan diperkirakan menyumbang 53,7% dari total produksi CPO global. Sementara Malaysia, produsen CPO terbesar kedua setelah Indonesia, diperkirakan memproduksi CPO sebanyak 21 juta ton pada 2016, dengan kontribusi 32,25% terhadap pasar global.



Selain itu, ditampilkan data proyeksi harga CPO dunia pada 2016, pengaruh El-Nino dan sentimen program biodiesel. Serta, dampaknya terhadap perkembangan ekspor dan tren permintaan global.
Juga ditampilkan cakupan lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dengan komposisi provinsi terbesar berdasarkan kebun sawit. Luas lahan kebun kelapa sawit di Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai 11,4 juta hektare, dengan komposisi 5,9 juta hektare lahan swasta, 4,7 juta hektare lahan rakyat, dan 0,8 juta hektare lahan BUMN.

Di sisi lain, ditampilkan juga tren investasi di sektor hulu dan sektor hilir industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia dalam lima tahun terakhir, insentif investasi yang disiapkan pemerintah, serta proyeksi tren ke depan. Tidak ketinggalan, dipaparkan kawasan industri khusus industri kelapa sawit yang sedang dibangun pemerintah, target 2030, dan tren mata rantai industri sawit modern.



Data sebanyak 21 halaman ini berasal dari berbagai sumber antara lain regulator di Indonesia, BPS, BKPM, kementerian terkait, serta asosiasi industri, diolah duniaindustri.com.

Download database industri merupakan fitur terbaru di duniaindustri.com yang menampilkan puluhan data pilihan sesuai kebutuhan users. Seluruh data disajikan dalam bentuk pdf sehingga mudah didownload setelah users melakukan proses sesuai prosedur, yakni klik beli (purchase), klik checkout, dan isi form. Duniaindustri.com mengutamakan keabsahan dan validitas sumber data yang disajikan. Terima kasih atas kepercayaan Anda kepada duniaindustri.com.

Jika Anda kesulitan atau butuh info lebih lanjut, hubungi desainbagus.com, Jln Mandar XII Blok DD2 No 69, Bintaro Sektor 3A, Tangerang, Phone: 021-7358329. Atau jika Anda tidak menemukan data yang dicari, silakan klik detektif industri di bagian kiri atas website ini.(*)

Sumber: di sini

Selasa, 19 Januari 2016

Indonesia Petrochemical Industry Outlook 2009-2016

Data and Petrochemical Industry Outlook 2009-2016 showing major players in the national petrochemical industry, among others, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), PT Kaltim Methanol Industry, and PT Kaltim Pacific Ammonia. Moreover, the trend shown upstream petrochemical industry production of olefins, namely ethylene, propylene, butadiene, benzene, toluene, xylene, ammonia, methanol, period 2009-2016F (includes production, exports, and imports). Do not miss the consumption and import of data upstream petrochemical olefin products since 2009-2015.

Also featured supply-demand trends (supply-demand) aromatic petrochemical products, including benzene, p-xylene, o-xylene, Cyclohexene, toluene, alkylbenzene, phtalic anhydride, caprolactam, benzoic acid, purified terephthalic acid period 2011-2015.
Participate shown trends of supply-demand upstream petrochemical products 2015-2019, where all the time that Indonesia expected supply shortage of ethylene in large enough quantities. In 2013, a shortage of supply (shortage) ethyelene already more than the maximum capacity of the domestic industry and the shortage in 2019 is estimated at 1.5 times of the national capacity. As for propylene, a supply shortage is still in a relatively small amount. Propylene supply shortage in 2019 is estimated at close to 200 thousand tons.
Specifically, in this data dissected production performance, utilization, and financial PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) as the largest petrochemical producer in Indonesia and benchmark the performance of the production and utilization of the national petrochemical industry. In 2011, ethylene production utilization reached 78%, and tends to rise in subsequent years: 89% (2012), 99% (2013), 94% (2014) and 74% (2015). Chandra Asri also has completed the expansion of the ethylene cracker to increase production by 43% to 860 thousand tons per year.

In addition, participating displayed trend data and forecast price of ethylene and naphtha period 2008-2021.
As many as 22 pages of data is derived from the BPS, the Ministry of Industry, Olefin and Aromatic Industry Association of Indonesia (INAplas), a number of national petrochemical company, and processed duniaindustri.com.
Download database industry is a new feature in duniaindustri.com featuring dozens of data options to suit the needs of users. All data is presented in the form of easily downloadable pdf so that once users perform the process according to the procedure, ie click buy (purchase), click checkout and fill out the form. Duniaindustri.com priority to the legitimacy and validity of the data sources are presented. Thank you for your trust to duniaindustri.com.(*)
Source: click here

Data dan Outlook Industri Rokok 2005-2016

Data dan Outlook Industri Rokok 2005-2016 ini menampilkan data dan outlook secara komprehensif terkait seluruh informasi mengenai industri rokok di Indonesia, mulai dari volume produksi, nilai pasar industri, jumlah perusahaan, cukai, konsumsi rokok, jumlah perokok, segmentasi perokok, harga rata-rata rokok di Asia Tenggara, tren pertumbuhan volume, kebutuhan bahan baku, hingga pemimpin pasar, para pemain terbesar, pangsa pasar merek rokok, pangsa pasar segmen rokok, dan kinerja produksi serta keuangan para pemain rokok di negeri ini.

Volume produksi rokok pada 2015 diperkirakan tumbuh tipis dibanding 2014, dari 314 miliar batang menjadi 315 miliar batang, dengan nilai pasar industri (market size) diestimasi Rp 222,7 triliun – Rp 224,2 triliun pada 2015. Data ini juga menampilkan proyeksi dan outlook 2016.
Sementara konsumsi rokok di Indonesia meningkat rata-rata per tahun (CAGR) sebesar 6% periode 2008-2014. Harga rokok di Indonesia paling rendah di kawasan Asia Tenggara sebesar US$ 1,4 per pack rokok. Juga dipaparkan tren pertumbuhan volume serta kebutuhan cengkeh industri rokok nasional.
Saat ini jumlah perokok di Indonesia pada 2015 mencapai 62,7 juta jiwa dengan rasio 63% dari seluruh pria merupakan perokok, sedangkan 5% wanita merupakan perokok.

Selain itu, ditampilkan tren pemimpin pasar industri rokok di Indonesia dari 1979-2015. Sejak 1989-2007, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mendominasi pasar dengan pangsa sekitar 28%-47%. Namun sejak kuartal I 2007, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan dukungan Philip Morris menggeser Gudang Garam dan merajai industri rokok nasional. Pada 2010, market share HM Sampoerna sebesar 30,9% dan pada 2015 sekitar 35,2%. Juga ditampilkan pangsa pasar pemain lainnya.
Ikut ditampilkan tren pertumbuhan pangsa pasar segmen rokok, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai sigaret kretek mesin (SKM) LTN dan SKM FF, sementara sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret putih mesin (SPM) cenderung menurun.

Secara khusus data ini menampilkan data dan informasi spesifik terkait 4 pemain besar di industri rokok di Indonesia, mulai dari sejarah, line up (portofolio) produk, hingga pangsa pasar produk/merek rokok. HM Sampoerna pemimpin pasar rokok di Indonesia memiliki merek produk yang kuat dan cenderung mendominasi pasar. HM Sampoerna merajai di segmen SKM 31%, SKT 39%, dan SPM 81%. Ikut dibedah, pangsa pasar produk HM Sampoerna yakni A Mild, Dji Sam Soe, Malboro, U mild, dan Sampoerna Kretek.
Selain HM Sampoerna, ikut ditampilkan data-data terkait PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Bentoel International investama Tbk (RMBA), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM). Di samping pangsa pasar merek produk, juga diulas, fasilitas produksi, jalur pemasaran dan distribusi, tren penjualan dan pendapatan serta laba (EBITDA), serta kenaikan cukai 2015.
Data sebanyak 39 halaman ini berasal dari BPS, Kementerian Perindustrian, Gabungan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), sejumlah perusahaan rokok di Indonesia, dan diolah duniaindustri.com.
Download database industri merupakan fitur terbaru di duniaindustri.com yang menampilkan puluhan data pilihan sesuai kebutuhan users. Seluruh data disajikan dalam bentuk pdf sehingga mudah didownload setelah users melakukan proses sesuai prosedur, yakni klik beli (purchase), klik checkout, dan isi form. Duniaindustri.com mengutamakan keabsahan dan validitas sumber data yang disajikan. Terima kasih atas kepercayaan Anda kepada duniaindustri.com.(*)
Sumber: klik di sini

Senin, 18 Januari 2016

Nilai Pasar Industri Rokok Diestimasi Rp 224,2 Triliun

Nilai pasar (market size) industri rokok di Indonesia pada 2015 diestimasi berkisar Rp 222,7 triliun – Rp 224,2 triliun, menurut data duniaindustri.com. Perhitungan nilai pasar industri rokok tersebut berdasarkan nilai volume penjualan dikali harga rata-rata dan mempertimbangkan penerimaan cukai negara.

Volume produksi rokok pada 2015 diperkirakan tumbuh tipis dibanding 2014, dari 314 miliar batang menjadi 315 miliar batang. Sementara konsumsi rokok di Indonesia meningkat rata-rata per tahun (CAGR) sebesar 6% periode 2008-2014. Harga rokok di Indonesia paling rendah di kawasan Asia Tenggara sebesar US$ 1,4 per pack rokok.



Saat ini jumlah perokok di Indonesia pada 2015 mencapai 62,7 juta jiwa dengan rasio 63% dari seluruh pria merupakan perokok, sedangkan 5% wanita merupakan perokok.

Sejak kuartal I 2007, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan dukungan Philip Morris merajai industri rokok nasional. Pada 2010, market share HM Sampoerna sebesar 30,9% dan pada 2015 sekitar 35,2%.

Padahal sejak 1989-2007, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mendominasi pasar dengan pangsa sekitar 28%-47%. Namun tahta market leader Gudang Garam harus diserahkan kepada HM Sampoerna pada 2007.

HM Sampoerna pemimpin pasar rokok di Indonesia memiliki merek produk yang kuat dan cenderung mendominasi pasar. HM Sampoerna merajai di segmen SKM 31%, SKT 39%, dan SPM 81% dengan portofolio produk yakni A Mild, Dji Sam Soe, Malboro, U mild, dan Sampoerna Kretek.



Penurunan Pertumbuhan
Sebelumnya, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menyatakan kinerja industri rokok pada semester I 2015 turun sebesar 1,27% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Sekarang ini sampai semester I turunnya bisa dibilang signifikan. Hal itu menunjukkan bahwa dengan kondisi ekonomi yang turun, susah sekali untuk bisa diangkat,” kata Sekretaris Jenderal Gappri Hasan Aoni Aziz.

Dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016, target penerimaan negara dari cukai rokok direncanakan sebesar Rp 148,9 triliun atau 95,8 persen dari total target penerimaan cukai yang dipatok Rp 155 triliun. Apabila disetujui DPR, maka target cukai rokok 2016 naik 7,05 persen dibandingkan target tahun ini Rp 139,1 triliun.

Sebelumnya, terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 tahun 2015 yang mengharuskan industri rokok untuk membayar cukai di tahun berjalan. Akibat hal itu, penerimaan cukai pada tahun ini dihasilkan dari 14 bulan, karena pembayaran cukai rokok pada bulan November dan Desember 2014 dibayar pada bulan Januari dan Februari tahun ini.



Hasilnya, menurut Hasan, target penerimaan cukai sebesar Rp 139,1 triliun pada tahun ini diperoleh dari 14 bulan pemungutan cukai. Dengan demikian per bulannya rata-rata sumbangan cukai rokok ke kas negara sebesar Rp 9,94 triliun. Apabila mengacu rata-prata bulanan setoran cukai rokok, maka seharusnya pencapaian 12 bulan tahun ini hanya Rp 119,2 triliun.

“Dengan kata lain, secara riil, kenaikan cukai rokok bukan 7 persen seperti apa yang dibicarakan, namun sebesar 23 persen. Jadi kalau dibandingkan penerimaannya antara tahun sebelumnya, itu tidak kongruen. Dan kami sangat yakin target itu tak bisa tercapai,” katanya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 02)

Sumber: klik di sini

Permintaan Baja di 2016 Diprediksi Tumbuh 100% Jadi 28 Juta Ton

Industri baja merupakan induk industri (mother industry) sehingga keberadaannya sangat berperan terhadap seluruh sektor industri di dunia. Di Indonesia, Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) memperkirakan permintaan baja nasional pada 2016 tumbuh dua kali lipat menjadi 28 juta ton dibanding 2015 yang mencapai 14 juta ton. Proyeksi tersebut disesuaikan dengan program percepatan proyek infrastruktur pemerintah dan pemulihan ekonomi nasional.

Dengan pertumbuhan permintaan baja lokal, IISIA menargetkan, utilisasi industri baja nasional pada 2016 mencapai 80%, meningkat dari realisasi tahun ini sekitar 50%.

“Kami optimistis, target tersebut bisa tercapai seiring masifnya proyek infrastruktur yang bergulir. Kalau proyek infrastruktur diwajibkan memakai produk dalam negeri, utilisasi industri baja nasional bisa mencapai 80% pada tahun depan, bahkan maksimal,” kata Direktur Eksekutif IISIA, Hidayat Triseputro kepada pers.



Hidayat menilai, geliat industri baja lokal belum maksimal meski proyek infrastruktur telah bergulir sejak pertengahan tahun. Pasalnya, industri baja dalam negeri masih kalah saing secara harga dengan baja impor asal Tiongkok.

“Pemerintah harus menerbitkan kebijakan yang pro industri dalam negeri untuk bisa mendorong perkembangan industri baja lokal. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk konsisten dalam penerapan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) agar dapat mendongkrak utilisasi industri baja lokal,” papar dia.

Permintaan baja pada tahun depan, lanjut Hidayat, akan meningkat dua kali lipat menjadi 28 juta ton dengan masifnya pembangunan infrastruktur. Sementara untuk tahun ini, realisasi kebutuhan baja diperkirakan hanya mencapai 14 juta ton.

“Diharapkan pemerintah mampu membendung perdagangan tidak adil (unfair trade) untuk baja-baja impor, terutama asal Tiongkok. Industri baja dari Tiongkok tidak segan membanting harga jual ekspor,” ujarnya.

Hidayat menambahkan, sebagai kompensasi, harga jual baja untuk pasar domestik dinaikkan. Saat ini, tidak ada satu pun negara di Asean yang sanggup menandingi harga baja Tiongkok.

“Keadaan itu mendorong industri baja hilir lokal memilih menggunakan baja impor lantaran harganya lebih murah. Bahkan, jika Tiongkok memasok 10 juta ton baja ke Indonesia, jumlah itu mampu diserap pasar,” tutur Hidayat.

Pasar Indonesia
Pasar baja Indonesia pada 2015 ditaksir mencapai US$ 5,35 miliar atau Rp 76,5 triliun, turun dari posisi 2014 sebesar US$ 7,88 miliar atau Rp 112,6 triliun (kurs Rp 14.300/US$). Tim duniaindustri.com memperhitungkan nilai pasar baja Indonesia di 2015 dari prediksi volume pasar baja di Indonesia dengan harga rata-rata di dunia.

Volume pasar baja di Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai 15,3 juta ton, naik 7,7% dibanding tahun lalu 14,2 juta ton, menurut data Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), Kementerian Perindustrian, dan PT BNI Securities.

Sedangkan harga baja dunia (baja canai panas/HRC yang menjadi patokan harga baja dunia) pada awal September 2015 mencapai US$ 340-US$ 350 per ton, menurut data Midle East Steel (mesteel.com). Harga baja dunia pada September 2015 turun 37%-38% dibanding periode yang sama tahun 2014 di kisaran US$ 545-US$ 555 per ton.

Duniaindustri.com menilai penurunan nilai pasar baja di Indonesia disebabkan pelemahan harga baja dunia. Meski secara volume penjualan baja di Indonesia naik, penurunan harga membuat nilai pasar menjadi lebih kecil.

World Steel Association menyatakan produksi baja di Indonesia berkisar antara 3,5–4,2 juta ton per tahun sepanjang 2005-2010. Dengan produksi sebesar itu, Indonesia menempati urutan ke-34 produsen baja terbesar di dunia.

Asosiasi Baja Dunia merekap data produksi baja dari 170 perusahaan baja skala besar, termasuk 18 dari 20 perusahaan baja terbesar di dunia. Data produksi baja dari Asosiasi Baja Dunia merepresentasikan 85% produksi baja global.

Pada tahun lalu, Kementerian Perindustrian memperkirakan produksi baja nasional diperkirakan mencapai 6-6,5 juta ton. Sehingga masih terjadi defisit pasokan baja di dalam negeri mencapai 3-3,5 juta ton. Defisit pasokan itu terpaksa harus dipenuhi dari impor.(*/berbagai sumber/tim redaksi 02)

Source: click here