Senin, 18 Januari 2016

Nilai Pasar Industri Rokok Diestimasi Rp 224,2 Triliun

Nilai pasar (market size) industri rokok di Indonesia pada 2015 diestimasi berkisar Rp 222,7 triliun – Rp 224,2 triliun, menurut data duniaindustri.com. Perhitungan nilai pasar industri rokok tersebut berdasarkan nilai volume penjualan dikali harga rata-rata dan mempertimbangkan penerimaan cukai negara.

Volume produksi rokok pada 2015 diperkirakan tumbuh tipis dibanding 2014, dari 314 miliar batang menjadi 315 miliar batang. Sementara konsumsi rokok di Indonesia meningkat rata-rata per tahun (CAGR) sebesar 6% periode 2008-2014. Harga rokok di Indonesia paling rendah di kawasan Asia Tenggara sebesar US$ 1,4 per pack rokok.



Saat ini jumlah perokok di Indonesia pada 2015 mencapai 62,7 juta jiwa dengan rasio 63% dari seluruh pria merupakan perokok, sedangkan 5% wanita merupakan perokok.

Sejak kuartal I 2007, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan dukungan Philip Morris merajai industri rokok nasional. Pada 2010, market share HM Sampoerna sebesar 30,9% dan pada 2015 sekitar 35,2%.

Padahal sejak 1989-2007, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mendominasi pasar dengan pangsa sekitar 28%-47%. Namun tahta market leader Gudang Garam harus diserahkan kepada HM Sampoerna pada 2007.

HM Sampoerna pemimpin pasar rokok di Indonesia memiliki merek produk yang kuat dan cenderung mendominasi pasar. HM Sampoerna merajai di segmen SKM 31%, SKT 39%, dan SPM 81% dengan portofolio produk yakni A Mild, Dji Sam Soe, Malboro, U mild, dan Sampoerna Kretek.



Penurunan Pertumbuhan
Sebelumnya, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menyatakan kinerja industri rokok pada semester I 2015 turun sebesar 1,27% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Sekarang ini sampai semester I turunnya bisa dibilang signifikan. Hal itu menunjukkan bahwa dengan kondisi ekonomi yang turun, susah sekali untuk bisa diangkat,” kata Sekretaris Jenderal Gappri Hasan Aoni Aziz.

Dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016, target penerimaan negara dari cukai rokok direncanakan sebesar Rp 148,9 triliun atau 95,8 persen dari total target penerimaan cukai yang dipatok Rp 155 triliun. Apabila disetujui DPR, maka target cukai rokok 2016 naik 7,05 persen dibandingkan target tahun ini Rp 139,1 triliun.

Sebelumnya, terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 tahun 2015 yang mengharuskan industri rokok untuk membayar cukai di tahun berjalan. Akibat hal itu, penerimaan cukai pada tahun ini dihasilkan dari 14 bulan, karena pembayaran cukai rokok pada bulan November dan Desember 2014 dibayar pada bulan Januari dan Februari tahun ini.



Hasilnya, menurut Hasan, target penerimaan cukai sebesar Rp 139,1 triliun pada tahun ini diperoleh dari 14 bulan pemungutan cukai. Dengan demikian per bulannya rata-rata sumbangan cukai rokok ke kas negara sebesar Rp 9,94 triliun. Apabila mengacu rata-prata bulanan setoran cukai rokok, maka seharusnya pencapaian 12 bulan tahun ini hanya Rp 119,2 triliun.

“Dengan kata lain, secara riil, kenaikan cukai rokok bukan 7 persen seperti apa yang dibicarakan, namun sebesar 23 persen. Jadi kalau dibandingkan penerimaannya antara tahun sebelumnya, itu tidak kongruen. Dan kami sangat yakin target itu tak bisa tercapai,” katanya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 02)

Sumber: klik di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar