Selasa, 29 Maret 2016

Fakta dan Data Menarik dibalik PHK Industri Elektronik

Sebanyak 100 investor dan pimpinan perusahaan asal Korea Selatan di Indonesia berkumpul di salah satu hotel bintang lima di daerah Senayan, dipimpin Dubes Korsel untuk Indonesia, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna menstabilkan perekonomian nasional. Pasalnya, perlambatan perekonomian nasional dalam dua tahun terakhir telah menurunkan omzet industri elektronik di negeri ini sehingga banyak perusahaan di industri ini yang melakukan layoff.

"Mereka (100 investor Korsel) sangat khawatir dengan kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan perlambatan ekonomi Indonesia sehingga mendesak pemerintahan Jokowi untuk bekerjasama guna mengatasi masalah tersebut," kata sumber duniaindustri.com yang mengetahui pertemuan pada akhir bulan lalu.

Menurut mereka, salah satu investor asal Korsel yang cukup gelisah antara lain di sektor industri elektronik. Perlambatan perekonomian nasional ditambah upah pekerja naik serta tekanan inflasi dan depresiasi kurs menekan industri elektronik nasional. Bahkan sejumlah prinsipal elektronik asal Jepang sudah terlebih dahulu menutup pabrik. "Investor elektronik asal Korsel seperti Samsung terus mencermati kondisi ini. Mereka tidak mau investasi mereka lebih dari Rp 30 triliun harus menguap di Indonesia," ujarnya.

Karena itu, lanjut dia, 100 investor Korsel bertemu Jokowi untuk merumuskan kembali iklim usaha yang kondusif di Indonesia. Berbagai hambatan dan tantangan perlu diselesaikan bersama agar membuat iklim usaha yang lebih kondusif.

Seperti diketahui, pada Februari 2016 dua prinsipal elektronik asal Jepang, yakni Toshiba dan Panasonic, terpaksa menutup pabriknya di Indonesia awal tahun ini, sehingga menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 2.500 karyawan. Kondisi itu memperparah iklim investasi di industri elektronik, setelah sebelumnya prinsipal Jepang lainnya yakni Sanyo terpaksa menghentikan operasional pabriknya di Indonesia.

"Pabrik Toshiba dan Sanyo sudah dijual ke investor China, yakni Haier dan Skywatch," kata sumber duniaindustri.com menambahkan.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, dengan ditutupnya pabrik Toshiba di Cikarang, maka tinggal menyisakan satu perusahaan di Tanah Air. “Tak lebih dari sebulan, dua raksasa elektronik Jepang, di Cikarang pabrik Toshiba telah resmi tutup. Tak ada lagi pabrik Toshiba di Indonesia kecuali Toshiba Printer di Batam,” ujarnya.

Iqbal menuturkan, pabrik Toshiba di Cikarang tersebut merupakan pabrik terbesar yang ada di luar Jepang dan sebelumnya jadi terbesar di Indonesia dengan jumlah karyawan terkena PHK sekitar 900 orang. “Toshiba yang tutup ini pabrik terbesar di dunia, di Luar Jepang yang terbesar di Indonesia. Hari ini tutup resmi, mulai April awal proses negosiasi pesangon dan pelimpahan wewenang sedang proses negosiasi,” katanya.

Sementara, lanjut dia, Panasonic juga menutup dua pabrik yang berada di Pasuruan dan Cikarang dengan memakan korban PHK sekitar 1.600 orang. “Jadi dua perusahaan Panasonic Lightning di Pasuruan lebih dari 600-an orang dan di Cikarang sekitar 1.000 orang. Di tiga perusahaan dari dua raksasa elektronik ini berarti hampir 2.500 lebih PHK,” pungkasnya.

PT Toshiba Consumer Products Indonesia, salah satu perusahaan manufacturing Jepang yang bergerak di bidang industri elektronik, mengklarifikasi data yang disebutkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) yang akan dilakukan pihaknya. Perusahaan membantah ada 900 karyawan terkena PHK.

Salah satu eksekutif Toshiba Consumer Products yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, total karyawan perusahaan memang sebanyak 900 orang. Namun, akhir Maret nanti hanya akan ada PHK terhadap sekitar 360 orang.

“Total buruh Toshiba sekarang 900 orang, yang di PHK akhir Maret nanti 360-an saja,” ujarnya saat dihubungi wartawan di Jakarta.

Pihak Toshiba juga menjelaskan PHK dilakukan bukan karena pabrik mau ditutup tapi akibat akan diambil alih oleh perusahaan asal China. Selain itu, produksi TV tahun lalu diakui turun menjadi 30.000 unit dari total kapasitas 350.000 unit setahun.

Setelah diakuisisi nanti, produksi TV masih dengan merk Toshiba dan tidak menutup kemungkinan akan produksi barang selain TV. Peluang mempekerjakan karyawan lagi juga tetap ada. “Kemungkinan akan produksi barang-barang selain TV juga dan bukannya tidak mungkin untuk memperkerjakan lebih banyak buruh,” pungkasnya.

Di tempat lain, PT Panasonic Gobel Indonesia membenarkan melakukan penyesuaian terhadap karyawannya. Namun penyesuaian karyawan ini bukan karena anjloknya perekonomian, melainkan karena merger yang dilakukan oleh Panasonic itu sendiri.

Associate Director PT Panasonic Gobel Indonesia Achmad Razaki menjelaskan, merger yang dilakukan tersebut adalah pabrik Panasonic yang ada di Jakarta dengan pabrik yang ada di Surabaya. Hal ini karena Panasonic berkonsentrasi pada satu pabrik, yakni yang ada di Surabaya.

“Sejauh yang saya tahu, itu benar tutup tapi merger, Panasonic dengan Panasonic. Satu Jakarta dan satu lagi Surabaya. Ini semua dialihkan ke Surabaya karena konsentrasinya di sana,” ujar Achmad.

Dia mengungkapkan, pihaknya memberi opsi kepada para karyawan yang ada di Jakarta, apakah mau ikut bergabung dengan Panasonic yang ada Surabaya atau lepas dari Panasonic. Jika tak mau bergabung, maka terpaksa perusahaan memberhentikan karyawannya tersebut.

“Logika sederhananya, tidak mungkin semuanya dibawa ke Surabaya. Ada opsi, kalau yang masih mau gabung, silakan ikut ke Surabaya. Kalau tidak, terpaksa kita lakukan penyesuaian,” tutur Achmad.(*)

Sumber: di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar